Spirit Transformatif Islam dalam Qurban
“Mengalirkan darah" adalah sebuah ritual yang dikenal dan dipraktikkan dalam peradaban umat manusia. Hampir seluruh peradaban manusia, baik Timur maupun Barat mengenal ajaran kurban dengan berbagai ketentuan dan tata caranya.
Secara umum, praktik qurban dilakukan untuk mencari perkenan dari Tuhan dan menghindarkan diri dari mara bahaya. Pada masyarakat tertentu objek kurban tidak hanya hewan, bahkan manusia. Sebagaimana yang dipraktikkan oleh masyarakat Mesir Kuno, demikian juga pada peradaban Sumeria dan Celtic.
Kurban dalam ajaran Taurat merupakan wujud mendekatkan diri kepada Tuhan. Namun setelah ajarannya mengalami “perubahan” kurban diyakini sebagai bentuk persembahan kepada berhala. Dalam ajaran Nasrani, korban mewujud dalam peristiwa penyaliban Yesus yang diyakini sebagai bentuk penebusan kesalahan dan dosa yang dilakukan oleh seluruh umat Nasrani.
Masyarakat Jawa kuno mengenal ritual kurban dalam rangka menghindarkan diri dari mara bahaya (tolak balak). Pada kalangan masyarakat tertentu juga dikenal istilah “pesugihan", yaitu praktik mistis untuk mendapatkan kekayaan dengan mengorbankan anggota keluarga.
Sebagai agama yang memiliki spirit transormatif, Islam merubah dan meluruskan praktik kurban yang dilakukan oleh umat manusia. Secara mendasar Islam melakukan perubahan (tranformasi) ajaran kurban dalam tiga dimensi.
Yang pertama, adalah dimensi kemanusiaan. Islam mengajarkan kurban sebagai sebuah ritual yang justru meneguhkan nilai kemanusiaan. Tidak ada lagi pengorbanan terhadap manusia. Bahkan korban adalah wujud memanusiakan manusia dengan membagi daging kurban bagi mereka yang membutuhkan sebagai wujud cinta kepada sesama.
Yang kedua adalah dimensi rasionalitas. Islam mengoreksi praktik kurban yang bernuansa mistis dan irrasional. Segala bentuk ritual kurban yang tidak masuk akal dengan mempersembahkan bagian tertentu dari hewan kurban untuk mahkhluk ghaib misalnya, adalah praktik yang harus diluruskan. Sehingga kurban merupakan sebuah ritual yang rasional.
Yang ketiga adalah dimensi tauhid dan spiritualitas. Islam meneguhkan ajaran kurban sebagai wujud keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. Kurban juga wujud mengendalikan kecintaan kita kepada dunia, untuk mencintai dan mendekatkan diri kepada Allah swt, sebagaimana makna dari kata "qurban" itu sendiri. Disnilah letak pentingnya meluruskan niat dalam ibadah kurban.
Islam telah melakukan transformasi ajaran kurban baik dari sisi objek korban (udhiyah) atau hewan kurbannya, tata cara pelaksanaan kurban dan niat yang mendasari kurban sebagai sebuah ibadah.
Inilah sebuah transformasi ajaran dalam rangka melakukan perubahan menuju masyarakat dan peradaban manusia yang lebih baik dan beradab. Sesuatu yang bersifat universal yang dapat dimengerti oleh siapa saja. Apapun latar belakangnya. _WAllahu a'lam wa ahkam_.
-Rifa'i Muh Al Faqir-
Post a Comment